liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
Jalan-jalan di Serpong, Tapak Tilas Sejarah Tangsel


Jakarta

Tangerang Selatan punya sejarahnya sendiri. Mulai dari penyebaran Islam, hingga sisa-sisa pabrik gula Belanda.

Pada Sabtu (11/3/2023) detikTravel jelajahi tempat-tempat bersejarah Tangsel, khususnya di sekitar Serpong bersama komunitas jalan kaki dan pemandu dari Ngopi di Jakarta (NgoJak).

Meeting point kita di Stasiun Serpong, cuaca pagi hari cukup bersahabat, tidak hujan, tidak terlalu panas. Sekitar pukul 09.15 rombongan mulai menuju tujuan pertama yaitu Tugu Palagan Lengkong atau dikenal juga dengan Tugu Daan Mogot.

IKLAN

GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN

Monumen Daan Mogot (Agung Pambudhy/detikcom)

Karena jaraknya yang cukup jauh dari stasiun, rombongan berangkat menuju lokasi dengan menggunakan angkutan umum. Pengalaman menjelajahi kota dengan angkot memang berbeda dari tur jalan kaki biasa.

Monumen Palagan Lengkong atau Monumen Daan Mogot merupakan cagar budaya. Tugu ini menjadi penanda tragedi kelam tewasnya 33 taruna atau prajurit PETA saat itu.

Tragedi kelam tempat ini bermula dari peristiwa 25 Januari 1946. Saat itu, Mayor Muda Elias Daan Mogot yang merupakan mahasiswa PETA meminta senjata kepada tentara Jepang yang sudah menyerah kepada sekutu.

Perundingan berlangsung dan berjalan lancar, pihak Jepang pun sepakat memberikan senjata kepada sekutu dan Indonesia. Namun, senjata yang secara tidak sengaja diangkut meledak. Membuat orang Jepang mengira ini adalah upaya perang. Senjata yang belum dilucuti itu akhirnya digunakan tentara Jepang untuk menembak para pejuang di lokasi.

Walking Tour menyusuri Serpong bersama komunitas Kopi di Jakarta (Ngojak). Foto: Agung Pambudhy/detikcom

Di sini, traveler bisa melihat rumah tua berwarna hijau putih dan ada monumen berisi kejadian Lengkong persis di sebelahnya. Sayangnya, Tugu Palagan Lengkong tidak bisa dimasuki pengunjung.

eks Landhuis Cilinggang (Agung Pambudhy/detikcom)

Beranjak dari situ, kami kembali ke moda angkutan kota (Angkot) untuk mengunjungi bekas Landhuis Cilinggang yang juga menjadi tempat tinggal karyawan PTPN VIII. Lahan ini dulunya merupakan pabrik gula yang beroperasi hingga tahun 1870-an.

Rumah ini sudah tidak berpenghuni sehingga menyebabkan bangunannya terbengkalai dan rusak. Selain itu, bekas pabrik gula sudah tidak ditemukan lagi, sisa-sisa bebatuan diduga merupakan pondasi pabrik gula saat itu.

Cagar budaya makam keramat Tajug Foto: Agung Pambudhy

Kemudian, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki, menuju cagar budaya makam keramat Tajug. Tempat ini merupakan makam putra Sultan Ageng Tirtayasa TB. Muhammad Atif yang memiliki pengaruh di komunitas Muslim di sekitar sini.

Makam tersebut terletak di atas bukit yang juga memiliki makna filosofis yang melekat padanya.

“Dulu, ada pepatah bahwa di bawah langit di atas bumi, itulah tempat di atas gunung. Orang-orang yang dihormati baik dari segi spiritualitas maupun dari segi kebangsawanan dan sosial, biasanya dimakamkan di tempat yang paling tinggi, kata pendiri sekaligus pemandu Kopi di Jakarta, Reyhan Biadillah.

Walking Tour menyusuri Serpong bersama komunitas Kopi di Jakarta (Ngojak). Foto: Agung Pambudhy/detikcom

Kemudian, perjalanan berpindah ke Serpong China Town, tepatnya di sekitar Kelenteng Boen Hay Bio. Klenteng ini diklaim dibangun sejak tahun 1694. Klenteng ini merupakan klenteng tertua di Kota Tangerang Selatan.

Walking Tour menyusuri Serpong bersama komunitas Kopi di Jakarta (Ngojak). Foto: Agung Pambudhy/detikcom

Kemudian, kami menuju ke Monumen Perjuangan Rakyat di Serpong. Tugu ini terletak tidak jauh dari Klenteng dan tepat di pinggir jalan bekas pusat kota dan Pasar Serpong.

Di sekitar tugu ini pernah terjadi tragedi sejarah yaitu penyerbuan oleh KH Ibrahim dan Abuya Hatim yang menyerang markas tim NICA. Penggerebekan itu mengakibatkan 189 orang tewas di tempat.

Namun, setelah pengakuan kedaulatan, jenazah mereka yang meninggal di sini dibongkar dan dimakamkan kembali dan sebagian besar dipindahkan ke Kompleks Makam Seribu Pahlawan.

Setelah dari tempat ini kami menuju ke warung es kelapa, dimana siang hari kami diguyur es kelapa segar dan juga disuguhi informasi dari Mang Iging, Pendiri Wajah Serpong Tempoe Doeloe, tentang cerita sejarah daerah Serpong.

Para peserta walking tour juga memberikan kesan tentang pengalaman mereka menelusuri sejarah Serpong bersama komunitas ini. “Menarik sekali karena ini konsep yang berbeda. Karena setiap kunjungan mereka melibatkan masyarakat setempat dalam menjelaskan sejarah daerah tersebut, menurut saya ini sesuatu yang baru,” ujar Alex.

Di saat yang sama, Ryan yang berasal dari Bekasi juga mengajukan diri untuk mengikuti walking tour karena tema yang diangkat tidak umum.

“Saya baru dua kali ikut, pertama ke Bekasi dan kali ini ke Serpong. Karena temanya tidak biasa ya, karena belum ada walking tour lagi, jadi gabung lagi,” kata Ryan.

“Ngojak bukan tema jalan-jalan yang biasa dipikirkan orang menurut saya. Yang pertama seperti Bekasi, masih jarang orang mengikutsertakan Bekasi dalam jalan-jalan. Yang kedua Serpong artinya di tengah-tengah. dari hiruk pikuknya. BSD, ternyata Serpong punya seluk-beluknya yang banyak cerita di dalamnya,” ujar Ryan.

Tonton Video “Menjelajahi Jejak Sejarah di Kota Serpong”
[Gambas:Video 20detik]
(minggu/perempuan)