liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
Jagat maya geger ketika serial In the Name of God membahas sekte di Korsel yang menewaskan 32 orang. Sejumlah tragedi sekte lainnya juga menelan banyak korban.

Jakarta, CNNIndonesia

Dunia maya menjadi viral saat serial dokumenter Netflix, In the Name of God: A Holy Betrayal, membahas kultus di Korea Selatan yang menewaskan 32 orang.

Tak hanya sekte di Korea Selatan, sejumlah kelompok sesat di dunia juga mendapat perhatian karena telah mengorbankan banyak nyawa dalam praktiknya.

Salah satu tragedi paling berdarah merenggut hingga 900 nyawa.

IKLAN

GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN

Inilah tiga tragedi terburuk yang disebabkan oleh praktik sektarian di dunia.

1. Pembantaian Jonestown, lebih dari 900 orang tewas

Dijuluki sebagai tragedi kultus terburuk dalam sejarah, pembantaian Jonestown merenggut nyawa lebih dari 900 pengikut kultus Peoples Temple di Guyana pada tahun 1978.

Pendeta Jim Jones sebenarnya mendirikan Kuil Rakyat di Amerika Serikat pada pertengahan 1960-an.

Dalam ajarannya, Peoples Temple memadukan unsur Kristen, sosialisme, komunisme, dan gaya hidup berkelompok dengan semua ras.

Jones mengklaim satu-satunya cara bagi para pengikutnya untuk bertahan hidup adalah dengan mengikuti ajarannya. Menurutnya, setelah kiamat akan tercipta masyarakat komunis yang ideal.

Pada tahun 1977, Jones memindahkan markas Kuil Rakyat ke daerah terpencil di pedesaan Guyana. Menurut Jones, di sana Peoples Temple bisa membangun masyarakat utopis tanpa campur tangan pemerintah atau media.

Kuil Rakyat kemudian mengubah hutan lebat di salah satu sudut Guyana menjadi lahan pertanian, tempat mereka menetap. Mereka menamai daerah itu Jonestown.

AFP merangkum singkat pengakuan para pengikut Jones yang tidak tahan disuruh menggunakan narkoba, menjadi budak seks, dan dipaksa bekerja dari subuh hingga senja selama enam hari dalam seminggu.

Jones juga memerintahkan para pengikutnya untuk menghadiri ritual “Malam Putih” mingguan. Dalam sesi tersebut, pengikut Kuil Rakyat dan anak-anak mereka dipaksa untuk meminum racun palsu sebagai latihan.

“Bunuh diri akan menjadi pilihan terakhir Anda melawan serangan pemerintah AS yang tak terelakkan,” jelas Jones kepada para pengikutnya, seperti dikutip dari The Guardian.

Kisah-kisah ini sampai ke telinga Anggota Kongres AS Leo Ryan. Ia akhirnya memutuskan untuk datang langsung ke Jonestown pada 17 November 1978.

Saat bersiap pulang sehari kemudian, Ryan ditembak mati oleh anak buah Jones. Tak hanya Ryan, tiga jurnalis dan seorang anggota Peoples Temple yang ingin melarikan diri juga dibunuh pengikut Jones.

Sementara itu, di Jonestown, Jones memberi tahu para pengikutnya bahwa Ryan adalah seorang agen CIA dan seorang Marinir AS yang ingin menyerang komunitas mereka.

Jones kemudian mengajak para pengikutnya untuk bunuh diri. Sekitar 900 pengikutnya akhirnya bunuh diri secara massal, meski beberapa dari mereka melawan.

[Gambas:Video CNN]

2. Sekte kiamat Uganda, 924 orang tewas

Sekitar 22 tahun setelah tragedi Jonestown, dunia dikejutkan kembali ketika lebih dari 924 pengikut Gerakan Pemulihan Sepuluh Perintah di Uganda terbunuh pada 17 Maret 2000.

Mereka dibakar hidup-hidup di sebuah gereja yang terkunci di daerah Kanungu, Uganda. Selain itu, ratusan jenazah lainnya juga ditemukan di bawah rumah pimpinan sekte tersebut.

Associated Press melaporkan sekte tersebut didirikan oleh orang Katolik Roma yang menolak Joseph Kibwetere, pendeta Dominic Kataribaabo, dan seorang pengusaha bernama Cledonia Mwerinde.

Kelompok tersebut meyakini kiamat akan terjadi pada 31 Desember 1999. Ketiga pemimpin itu pun memerintahkan pengikutnya untuk menjual semua harta bendanya dan menunggu kiamat.

Ketika kiamat tidak pernah datang setelah melewati tahun baru, para pemimpin sekte menetapkan tanggal baru yaitu 17 Maret 2020.

3 Tragedi Sekte Paling Berdarah Di Dunia, Hingga 900 Orang Tewas

BACA HALAMAN BERIKUTNYA